Lampung adalah daerah dan kelompok etnik yang menggunakan bahasa Lampung. Secara adat, yang termasuk masyarakat Lampung tidak sebatas yang berada di Propinsi Lampung, Masyarakat Lampung, dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, menganut falsafah hidup yang tercermin dalam bahasa daerah yang disebut Pi’il Pasenggiri. Dalam dokumen atau literatur resmi budaya Lampung dikatakan bahwa Pi’il Pasenggiri dipahami sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku dan sikap hidup yang harus menjaga dan menggerakkan nama baik, martabat secara pribadi maupun kelompok.(Hidayat & Zubair, 2014).
Unsur-unsur piil pesenggiri (prinsip kehormatan) selalu berpasangan, juluk berpasangan dengan adek, nemui dengan nyimah, nengah dengan nyappur, sakai dengan sambai. Penggabungan itu bukan tanpa sebab dan makna. Juluk adek (terprogram, keberhasilan), nemui nyimah (prinsip ramah, terbuka dan saling menghargai), nengah nyappur (prinsip suka bergaul, terjun dalam masyarakat, kebersamaan, kesetaraan), dan sakai sambaian (prinsip kerjasama, kebersamaan).
Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal menjadi salah satu solusi alternative bagi pelaksanaan pendidikan karakter sesuai keunggulan lokal yang dimiliki masing-masing daerah dalam mencegah dan mengurangi pergeseran nilai kemanusiaan yang ada di Indonesia. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangken potensi peserta didik agar menjadi manusia manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter bangsa Indonesia, sehingga mampu menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat luhur serta mampu menjadi bangsa yang memiliki keunggulan tertentu dibanding bangsa-bangsa lain. Sesuai uraian tersebut maka keluaran dari institusi sekolah/lembaga sekolah diharapkan tidak hanya menjadi lulusan yang pandai dan cerdas dalam akademik, namun juga memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal sebagai jati diri dan keunggulan bangsa.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dideskripsikan, maka dapat disimpulkan penanaman pendidikan karakter pada peserta didik di sekolah dasar dapat dilakukan dengan cara (a) mengintegrasikan kearifan lokal dalam pembelajaran, (b) pengembangan budaya sekolah seperti kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian, serta (c) integrasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti menari adat daerah, mengaitkan kegiatan pramuka dengan mengenal kearifan budaya daerah, ekstrakulikuler karawitan pramuka, seni tari, karawitan. Proses penanaman karakternya melalui penyampaian pesan moral secara langsung, hidden curriculum, pembiasaan dengan nasihat dan teguran, serta sosialisai peraturan.
Penulis :
DWI LUCITA SARI, S.PD., M.PD
GURU PPKn SMKS YPIB KOTABUMI
Daftar Pustaka
Allen, K., & Bull, A. 2018. Following policy: A network ethnography of the UK character education policy community. Sociological Research Online, 23(2), 438-458.
Hidayat, Kuswarno, & Zubair, Hafiar. (2014). Representasi Nemui-Nyimah Sebagai Nilai-Nilai Kearifan Lokal: Perspektif Public Relations Multikultur. Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Riau, 5(1), 90-102
Undang – Undang No 87 Tahun 2017 tentang Kebijakan PPK