Deden Alindo DPRD Lampung Selatan Helat Sosperda Terkait Perlindungan Anak di Desa Kelawi Bakauheni

Kamis, 22 Desember 2022

Deden Alindo DPRD Lampung Selatan Helat Sosperda Terkait Perlindungan Anak di Desa Kelawi Bakauheni

Kamis, 22 Desember 2022,

 


LAMSEL, BONGKARSELATAN.COM -

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) Komisi III dari fraksi Partai Persatuan Indonesia (Perindo) melalui Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Perlindungan Anak.


Acara tersebut digelar di Dusun Minang Rua, Desa Kelawi Kecamatan Bakauheni Kabupaten Lamsel, yang dihadiri oleh Anggota Komisi III DPRD Lamsel Deden Alindo,A.Md, Narasumber Dosen STIH Muhammadiyah Kalianda Syamsul Efendi, SH, MH, M.Kn, Kepala Desa Kelawi Bahtiar Ibrahim, P3N Kelawi Syarifudin, Aparatur Desa Kelawi, tokoh pemuda, tokoh masyarakat serta warga setempat, pada Jum'at (16/12/2022).


Kegiatan Sosperda tersebut merupakan langkah Anggota DPRD Lamsel untuk mengajak masyarakat Desa Kelawi untuk terus mensosialisasikan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus Bangsa.


Anggota Komisi III DPRD Lamsel, Deden Alindo dalam sambutannya mengungkapkan, "Melalui kegiatan sosialisasi ini kita mengajak masyarakat Desa Kelawi Kecamatan Bakauheni untuk terus melindungi anak-anak," ungkapnya.


Deden Alindo mengimbuhkan, beberapa kegiatan DPRD Lamsel salah satunya adalah kegiatan Sosialisasi kepada masyarakat.


"Acara Sosialisasi ini merupakan kegiatan diluar gedung, turun dilapangan di Dapil masing-masing anggota DPRD Lamsel," imbuh Anggota DPRD Lamsel.


Anggota DPRD Lamsel Dapil 3 yang meliputi Kecamatan Penengahan, Bakauheni, Ketapang, dan Sragi juga memaparkan beberapa kegiatan DPRD Lamsel.


"Ada beberapa kegitan di DPRD Lampung Selatan, Pertama mengatur anggaran, kedua membuat peraturan Daerah, dan yang ketiga Pengawasan," papar Deden Alindo.


Deden Alindo juga menghaturkan terimakasih kepada masyarakat yang sudah hadir dalam kegiatan Sosialisasi tersebut.


"Saya juga mengucapkan terimakasih kepada warga minang Rua yang sudah hadir." Pungkas Anggota DPRD Lamsel Dapil 3. 


Ditempat yang sama, Narasumber Dosen STIH Muhammdiyah Kalianda Syamsul Efendi memaparkan, bahwa Perda Nomor 4 tahun 2015 tersebut adalah paling bawah dan perlindungan anak terkait hak-hak anak. 


"Perlunya gizi untuk ibu hamil, nutrisi pada balita dan anak dibawah umur 18 tahun, termasuk pencegahan stunting atau gizi buruk pada anak," papar Narasumber.


Syamsul Efendi juga menyampaikan terkait informasi publik yang berkaitan dengan perlindungan anak.


"Kemudian ada sistem informasi yang berkaitan dengan Digital terkait perlindungan anak masyarakat bisa mengklik link Simponi," jelasnya.


Narasumber Dosen STIH berharap agar masyarakat terus melindungi serta mendidik anak dengan baik sebagai generasi penerus Bangas.


"Pelanggaran terhadap perlindungan anak, kekerasan pada anak, eksploitasi, sehingga diperlukannya sosialisasi kepada masyarakat untuk melindungi serta mendidik anak dengan baik," tukas Syamsul Efendi.


Sosperda tersebut juga mengacu kepada Pasal 1 angka 15a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.


Adapun bentuk kekerasan yang dialami oleh anak sebagai berikut :


1. Kekerasan Fisik; merupakan tindakan kekerasan yang diarahkan secara fisik kepada anak dan anak merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut. Adapun beberapa bentuk kekerasan fisik yang dialami anak antara lain tendangan, pukulan, mendorong, mencekik, menjambak rambut, meracuni, membenturkan fisik ke tembok, mengguncang, menyiram dengan air panas, menenggelamkan, melempar dengan barang, dll.


2. Kekerasan Psikis; merupakan tindakan kekerasan yang dirasakan oleh anak yang mengakibatkan terganggunya emosional anak sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak secara wajar. Adapun bentuk-bentuk dari kekerasan psikis ini antara lain : intimidasi (seperti menggertak, mengancam, dan menakuti), menggunakan kata-kata kasar, mencemooh, menghina, memfitnah, mengontrol aktivitas sosial secara tidak wajar, menyekap, memutuskan hubungan sosial secara paksa, mengontrol atau menghambat pembicaraan, membatasi kegiatan keagamaan yang diyakini oleh seorang anak dan lain sebagainya.


3. Kekerasan Seksual; merupakan tindakan kekerasan yang dialami oleh anak yang diarahkan peda alat reproduksi kesehatan anak yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak baik secara fisik, psikis dan social anak. Adapun bentuk kekerasan seksual tersebut antara lain : hubungan seksual secara paksa/tidak wajar (pemerkosaan/percobaan pemerkosaan, incest, sodomi), penjualan anak untuk pelacuran/pornografi, pemaksaan untuk menjadi pelacur, atau pencabulan/pelecehan seksual serta memaksa anak untuk menikah.


4. Penelantaran; merupakan tindakan kekerasan yang dialami anak baik disengaja atau tidak sengaja yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual dari orang yang memiliki kewenangan atas anak tersebut. Adapun bentuk penelantaran tersebut antara lain pengabaian terhadap kebutuhan dan keinginan anak, membiarkan anak melakukan hal-hal yang akan membahayakan anak, lalai dalam pemberian asupan gizi atau layanan kesehatan, pengabaian pemberian pendidikan yang tepat bagi anak, pengabaian pemberian perhatian dan kasih sayang dan tindakan pengabaian lainnya.


5. Eksploitasi ekonomi yaitu tindakan yang mengeksploitasi ekonomi anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88 UU PA).


6. Kekerasan lainnya seperti:

    1. Perlakuan kejam, yaitu tindakan secara zalim, keji, bengis atau tidak belas kasihan (Pasal 80 UUPA);

    2. Abuse atau perlakuan salah lainnya yaitu tindakan pelecehan dan tidak senonoh (Pasal 81 UUPA);

    3.Ketidakadilan, yaitu keberpihakan antara anak satu dan lainnya;

    4.ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar simbol atau gerakan tubuh baik dengan atau tanpa sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki anak (Pasal 1 butir 2 UU PTPPO);

    5.pemaksaan, adalah keadaan dimana anak disuruh melakukan sesuatu sedemikian rupa sehingga anak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri (Pasal 18 UU PTPPO).

(Bst)





TerPopuler