BONGKARSELATAN.COM, LAMPUNG SELATAN – Polemik dugaan penyalahgunaan kendaraan dinas (randis) di lingkungan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Lampung Selatan semakin panas. Sorotan publik makin tajam setelah Kepala Disperindag, Hendra Jaya, memberikan klarifikasi melalui salah satu media online untuk menanggapi pemberitaan yang viral sehari sebelumnya.
Dalam klarifikasinya, Hendra Jaya membenarkan bahwa truk dinas berplat merah BE 8070 DZ dengan logo Pemkab Lampung Selatan merupakan aset Disperindag. Namun, ia beralasan bahwa pengelolaan kendaraan tersebut telah diserahkan kepada Koperasi Sepakat yang memiliki SK pengelolaan resi gudang dari Bappebti.
Hendra mengaku telah memanggil ketua koperasi untuk dimintai penjelasan, dan hanya memberikan teguran agar peristiwa serupa tidak terulang. Pernyataan itu justru dinilai memperlihatkan lemahnya pengawasan seorang kepala dinas terhadap aset negara.
Ketua Umum Forum Aliansi Hukum Amanat Masyarakat (FAHAM), Andarmin SH, menilai jawaban Kadis sebagai bentuk pembiaran.
“Menyerahkan pengelolaan kepada koperasi tidak bisa menjadi alasan melepas tanggung jawab. Randis plat merah tetap aset negara yang hanya boleh dipakai untuk kepentingan dinas. Fakta bahwa truk digunakan untuk mengangkut urukan jelas penyalahgunaan. Sikap Kadis yang hanya memberi teguran patut dipertanyakan—apakah ini bentuk pembiaran atau ada kepentingan lain. Ini bukan sekadar maladministrasi, tetapi berpotensi masuk ranah pidana,” tegas Andarmin.
Hal senada juga disampaikan Ketua DPW Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Lampung, Burhanuddin, SHI., M.Pd. Ia menilai pernyataan Hendra Jaya kontradiktif dan memperlihatkan lemahnya kontrol internal.
“Penyerahan pengelolaan kepada koperasi tidak otomatis menghapus status kendaraan sebagai aset negara. Jika dipakai di luar kepentingan resmi, itu tetap pelanggaran. Alasan ‘membantu urukan pondok’ tidak bisa dijadikan pembenar. Justru ini menunjukkan aset negara rawan dikomersialkan akibat lemahnya pengawasan. Aparat penegak hukum harus turun tangan agar publik tidak menilai pemerintah sengaja membiarkan dugaan penyalahgunaan ini,” jelas Burhanuddin.
Lebih jauh, Burhanuddin yang juga Ketua LBH Pandawa 12 menegaskan, bupati perlu turun tangan langsung. Menurutnya, masalah ini tidak bisa dianggap selesai hanya dengan teguran internal semata.
“Bupati perlu memberikan teguran keras sekaligus sanksi kepada pejabat yang menganggap remeh tanggung jawabnya. Jika dibiarkan, budaya pembiaran justru akan menggerogoti integritas pemerintahan daerah,” ujarnya.
Sorotan publik terhadap Kadisperindag Hendra Jaya pun makin menguat. Sikapnya yang hanya berakhir pada teguran dinilai tidak sebanding dengan bobot masalah yang menyangkut integritas pengelolaan aset negara. Kini publik menunggu, apakah aparat penegak hukum berani mengambil langkah tegas atau kasus ini kembali tenggelam di balik jawaban normatif seorang pejabat daerah.
(Red)