Jakarta, BONGKARSELATAN.COM- Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh berharap peserta pemilu baik itu calon legislatif, calon kepala daerah, dan calon presiden yang akan berlaga di Pemilu 2024 mengisi formulir tidak pernah punya paspor asing. Hal ini untuk mencegah kasus serupa terulang.
"Saat ini WNI yang mempunyai paspor negara
lain tidak otomatis dinyatakan kehilangan kewarganegaraann, karena masih
memerlukan tindakan atau keputusan pemerintahan yang memastikan kapan
kewarganegaraannya hilang. Hal ini perlu dokumen berupa keputusan dari
pemerintah untuk kepastian hukum," kata Prof Zudan saat berbicara dalam
rangkaian kegiatan Simposium Nasional-Konferensi Hukum Tata Negara-Hukum
Administrasi Negara di Bali, Kamis (21/5/2022).
Dirjen Zudan mengatakan, dalam administrasi
pemerintahan apa yang yang dikatakan batal demi hukum itu tidak ada yang
terjadi secara otomatis. Hal itu merujuk saat dirinya menangani kasus Djoko
Tjandra (DT) dan Bupati Sabu Raijua, Orient Riwu Kore (ORK) yang memiliki
kewarganegaraan ganda dengan memiliki dua paspor.
"Djoko Candra memiliki Paspor Papua Nugini,
Orient Kore punya paspor Amerika Serikat. Tapi keduanya masih juga berstatus
WNI dalam Sistem Adminduk karena yang bersangkutan tidak pernah melapor, tidak
pernah melepaskan kewarganegaraan, sehingga pemerintah tidak tahu bila yang
bersangkutan memiliki 2 paspor," ucap Zudan.
Padahal, dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan
dikatakan salah satu penyebab hilangnya kewarganegaraan adalah memiliki paspor
negara lain.
Perumusan di Pasal 23 itu sebagai perumusan norma
sanksi administrasi. Sehingga, tambah Zudan, ketika memenuhi syarat melakukan
perbuatan yang telah ditetapkan, maka orang tersebut dapat diberi sanksi
kehilangan kewarganegaraannya. Nah, di sinilah tindakan pemerintahan yang
bersifat konkrit, individual dan final diperlukan. Esensinya adalah diperlukan
adanya sebuah keputusan dari pemerintah.
"Sehingga, saya berpendapat dari dua kasus
tersebut, yang dalam waktu yang bersamaan keduanya memiliki paspor tapi tidak
otomatis kehilangan kewarganegaraannya dan masih berstatus WNI. Ini disebabkan
belum ada tindakan administrasi pemerintah," ulasnya.
Pakar Hukum Administrasi Negara ini juga
menjelaskan, pengalamannya di Biro Hukum Kemendagri tahun 2008 hingga 2014, ada
asas hukum yang mengatakan ''ex superiori derogat legi inferiori".
Artinya, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah.
"Tapi ketika perda-perda di daerah tidak
dibatalkan, tetap saja perda yang lebih rendah dari UU dan bertentangan dengan
UU, tetap dijalankan dan tidak batal. APBD sah, Perda Perizinan jalan,"
papar Zudan.
Jadi menurut pandangannya, sepanjang belum ada
tindakan administrasi pemerintahan maka Pasal 23 itu belum masuk pada perbuatan
hukum konkret.
"Jadi kita belum tahu, ORK itu kapan
kehilangan kewarganegaraan RI-nya, DT kapan kehilangan
kewarganegaraannya," katanya. (*/Al)