Di Pemilu 2024 Dirjen Dukcapil Kementrian Dalam Negeri Harap Tidak Pernah Punya Paspor Asing

Sabtu, 21 Mei 2022

Di Pemilu 2024 Dirjen Dukcapil Kementrian Dalam Negeri Harap Tidak Pernah Punya Paspor Asing

Sabtu, 21 Mei 2022,


Jakarta, BONGKARSELATAN.COM- Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh berharap peserta pemilu baik itu calon legislatif, calon kepala daerah, dan calon presiden yang akan berlaga di Pemilu 2024 mengisi formulir tidak pernah punya paspor asing. Hal ini untuk mencegah kasus serupa terulang.


"Saat ini WNI yang mempunyai paspor negara lain tidak otomatis dinyatakan kehilangan kewarganegaraann, karena masih memerlukan tindakan atau keputusan pemerintahan yang memastikan kapan kewarganegaraannya hilang. Hal ini perlu dokumen berupa keputusan dari pemerintah untuk kepastian hukum," kata Prof Zudan saat berbicara dalam rangkaian kegiatan Simposium Nasional-Konferensi Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara di Bali, Kamis (21/5/2022).



Dirjen Zudan mengatakan, dalam administrasi pemerintahan apa yang yang dikatakan batal demi hukum itu tidak ada yang terjadi secara otomatis. Hal itu merujuk saat dirinya menangani kasus Djoko Tjandra (DT) dan Bupati Sabu Raijua, Orient Riwu Kore (ORK) yang memiliki kewarganegaraan ganda dengan memiliki dua paspor.


"Djoko Candra memiliki Paspor Papua Nugini, Orient Kore punya paspor Amerika Serikat. Tapi keduanya masih juga berstatus WNI dalam Sistem Adminduk karena yang bersangkutan tidak pernah melapor, tidak pernah melepaskan kewarganegaraan, sehingga pemerintah tidak tahu bila yang bersangkutan memiliki 2 paspor," ucap Zudan.



Padahal, dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan dikatakan salah satu penyebab hilangnya kewarganegaraan adalah memiliki paspor negara lain.


Perumusan di Pasal 23 itu sebagai perumusan norma sanksi administrasi. Sehingga, tambah Zudan, ketika memenuhi syarat melakukan perbuatan yang telah ditetapkan, maka orang tersebut dapat diberi sanksi kehilangan kewarganegaraannya. Nah, di sinilah tindakan pemerintahan yang bersifat konkrit, individual dan final diperlukan. Esensinya adalah diperlukan adanya sebuah keputusan dari pemerintah.



"Sehingga, saya berpendapat dari dua kasus tersebut, yang dalam waktu yang bersamaan keduanya memiliki paspor tapi tidak otomatis kehilangan kewarganegaraannya dan masih berstatus WNI. Ini disebabkan belum ada tindakan administrasi pemerintah," ulasnya.



Pakar Hukum Administrasi Negara ini juga menjelaskan, pengalamannya di Biro Hukum Kemendagri tahun 2008 hingga 2014, ada asas hukum yang mengatakan ''ex superiori derogat legi inferiori". Artinya, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah.


"Tapi ketika perda-perda di daerah tidak dibatalkan, tetap saja perda yang lebih rendah dari UU dan bertentangan dengan UU, tetap dijalankan dan tidak batal. APBD sah, Perda Perizinan jalan," papar Zudan.


Jadi menurut pandangannya, sepanjang belum ada tindakan administrasi pemerintahan maka Pasal 23 itu belum masuk pada perbuatan hukum konkret.


"Jadi kita belum tahu, ORK itu kapan kehilangan kewarganegaraan RI-nya, DT kapan kehilangan kewarganegaraannya," katanya. (*/Al)



TerPopuler