Pungut Iuran Berdalih Bangun RKB, SDN 2 Sidowaluyo Diduga 'Tabrak' UU 20 Th 2003

Jumat, 14 Oktober 2022

Pungut Iuran Berdalih Bangun RKB, SDN 2 Sidowaluyo Diduga 'Tabrak' UU 20 Th 2003

Jumat, 14 Oktober 2022,

 


SIDOMULYO, BONGKARSELATAN.COM - SDN 2 Sidowaluyo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan (Lamsel) diduga tabrak Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Bagaimana tidak, sekolah milik pemerintah ini dengan secara sistematik melakukan pungutan kepada wali murid guna menunjang sarana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan besaran nominal dan waktu pembayaran yang ditentukan. Ketentuan tersebut, dibuat oleh pihak sekolah dengan dalih kegiatan komite sekolah.


Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun media Bongkarselatan.com, SDN 2 Sidowaluyo memungut iuran kepada seluruh wali murid sebesar Rp. 325 ribu perorang. Dalih pungutannya, yakni untuk pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) yang dikelola pihak komite sekolah.


Salah seorang wali murid yang namanya enggan di publikasikan mengaku, bahwa pungutan tersebut wajib dibayar oleh seluruh murid SDN 2 Sidowaluyo. Kendati dirinya merasa keberatan dengan besaran nominal yang ditentukan, namun wali murid tidak berani protes lantaran takut mempengaruhi proses KBM anaknya.


"Iya bang untuk pembangunan ruang kelas murid kita diwajibkan bayar iuran sebesar Rp. 325 Ribu. Kita dari pihak wali sebenarnya sih merasa keberatan, karna seharusnya pembangunan untuk ruang kelas itu kan ada bantuan dari Pemerintah tapi ini malah di bebankan kepada murid," ujarnya seraya berkeluh saat diwawancarai wartawan beberapa waktu lalu.


Senada juga dikatakan wali murid lainnya yang juga meminta namanya untuk dirahasiakan. Ia menyayangkan, adanya pungutan tersebut juga tidak disertai rincian penggunaan serta bukti kwitansi jika ada wali murid yang sudah membayar.


"Kami tidak dikasih rincian penggunaan anggarannya. Pas waktu kami bayar juga tidak dikasih kwitasi, hanya dicatat dalam buku besar oleh dewan guru,"imbuhnya.


Sementara, saat dikonfirmasi Kepala SDN 2 Sidowaluyo, Nursilowati seperti buta hukum. Menurutnya, kegiatan pungutan liar yang dilakukan terhadap wali murid merupakan sebuah inovasi darinya, untuk memberikan solusi tentang adanya masalah kekurangan ruang kelas belajar.


"Karena adanya keluhan dari masyarakat kepada saya dan komite. Karena, kami kekurangan ruang kelas. Kalau murid-murid ini sekolahnya sore kurang efektif, kan mereka juga ada aktivitasengaji. Jadi ya seperti itu lah solusinya supaya mereka belajar supaya fokus," kilahnya seolah kalimat yang disampaikan telah terskenario.


Ia juga berkilah, dikatakannya bahwa mengenai anggaran pungutan tersebut dirinya hanya sebatas mengetahui saja. Semua kewenangan pengelolaanya ada pada lembaga Komite Sekolah.


"Terus terang saja dana komite itu klo dari Kepala Sekolah sih sebenarnya mengetahui saja dan mereka yang berembuk dengan komite," tukasnya.


Dinas Pendidikan Diduga 'Dukung' Pungutan Liar SDN 2 Sidowaluyo


Mirisnya lagi, kegiatan pungutan yang diduga menabrak undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini justru di amini oleh Koordinator Wilayah (Korwil) Dinas Pendidikan setempat. 


Sukamto secara blak-blakan mengatakan, bahwa kegiatan pungutan liar itu dibenarkan secara regulasi. Menurutnya, pungutan tersebut telah berdasar kepada aturan yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang Komite Sekolah.


"Iya itu pembangunan dari Komite dari hasil musyawarah dengan wali murid. Sah-sah aja lah ada pungutan semacam itu, karna kan dalam aturan Kementrian, Komite itu juga dibolehkan melakukan pungutan, yang penting hasil persetujuan wali murid dan di rapatkan," ucapnya ceplas-ceplos, saat dikonfirmasi wartawan di Kantor Dinas Pendidikan setempat.


Saat didesak mengenai penerjemahan Permendibud yang ia maksud, Sukamto malah ngotot. Menurutnya, asalkan pungutan tersebut melalui musyawarah dan bukan atas kemauan dari pihak sekolah, melainkan atas gagasan pengurus Komite itu disahkan melakukan pungutan.


"Sebenarnya itu bukan pungutan, melainkan bahasanya adalah sumbangan. Pungutan dengan bantuan atau sumbangan itu kan beda. Jadi gini, misalkan biaya pembangunan itu menghabiskan Rp. 50 juta, kalau di bagi dari sekian jumlah murid, jadi iuran nya sekian, dan kira - kira gimna ditawarkan dalam musyawarah. Kan gitu," terangnya. 


Padahal, jika merujuk kepada subtansi UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pad Bab XIII tentang Pendanaan Pendidikan di bagian satu sampai empat, telah diatur soal tanggungjawab pendanaan, sumber pendanaan, pengelolaan hingga pengalokasian dana pendidikan.


Selain itu, pada aturan turunannya yang dituangkan pada Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pada pasal 12 huruf b, dijelaskan bahwa : Komite dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.



(Kho/Ald/Red)

TerPopuler