BONGKARSELATAN.COM, LAMPUNG SELATAN – Pamflet Festival Muli Mekhanai Rajabasa 2025 menuai sorotan tajam dari tokoh adat dan pemerhati budaya Lampung. Desain pamflet yang beredar di media sosial menampilkan gambar Siger Lampung berlekuk lima, yang dinilai tidak sesuai dengan adat Sai Batin di wilayah Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.
Pamflet bertuliskan “Khajabasa Muli Mekhanai Fest 2025” itu dianggap menyalahi pakem adat, karena Siger berlekuk lima bukanlah ciri khas dari adat Sai Batin yang seharusnya berlekuk tujuh. Penggunaan simbol yang keliru ini dinilai melukai hati masyarakat adat Marga Sai Batin Rajabasa.
Ketua Pelaksana Festival, Roni Azi Saputra, mengakui adanya kekeliruan dalam pembuatan pamflet tersebut. Ia menyebut desain dibuat tanpa berkonsultasi dengan tokoh adat setempat.
“Ya bang, saya malam ini langsung mendatangi rumahnya Kakhiya, salah satu tokoh adat, untuk klarifikasi dan meminta maaf. Desain itu kami buat menggunakan aplikasi, tapi hasil akhirnya berubah,” ujar Roni melalui sambungan telepon, Jumat (17/10/2025).
Menanggapi hal tersebut, Minak Setia, Punggawa Pekon Way Kunjir yang juga pemerhati budaya Lampung, menyayangkan keteledoran panitia dalam menggunakan simbol adat tanpa pemahaman mendalam.
“Pahami dulu baru dilaksanakan. Itu bukan Siger Sai Batin. Kenapa ada istilah Sai Bumi Khua Jukhai? Karena ada Sai Batin dan ada Pepadun. Kegiatan itu diadakan di Rajabasa yang notabenenya adat Sai Batin, lalu kalau lekukan lima itu Siger dari mana? Apa aliran Siger baru kah?” tegas Minak Setia.
Menurutnya, panitia seharusnya melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan tokoh adat sebelum mempublikasikan desain yang mengandung simbol budaya Lampung.
Tokoh adat berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi panitia dan pihak lain agar lebih berhati-hati dalam menggunakan simbol budaya, terutama yang berkaitan dengan identitas masyarakat adat Sai Batin.
Mereka juga meminta agar setiap kegiatan berbasis budaya melibatkan tokoh adat sejak tahap perencanaan untuk menjaga kelestarian nilai-nilai kearifan lokal Lampung.
(Red)